Pokerqq13 Situs Poker Online Terpercaya - Puluhan film thriller bergenre gangster dan mafia telah banyak diproduksi. Tidak sedikit diantaranya mendapat nominasi dan penghargaan sebagai film terbaik.
Penghargaan Academy Award, Emmy dan Cannes sudah banyak diberikan kepada varian film ini yang memotret kehidupan para gangster di berbagai belahan dunia. The Godfather (1974), Scarface (1987), A Prophet (2008) dan The Outrage (2010) merupakan beberapa dari sekian banyak contoh dari genre film ini.
Film yang berkisah tentang sisi lain kehidupan anak manusia ini sayangnya sedikit yang berasal dari Korea Selatan. Terutama tidak banyak yang bisa ditemukan sebelum dekade 2000-an. Sedang di negara Asia yang lain seperti Jepang dan Hongkong tidak perlu dibicarakan lagi.
Agaknya mitos ini mulai sepenuhnya hilang. Industri perfilman Korea yang mulai bangkit sejak awal 2000-an sudah tuntas menguburnya. Tidak hanya sukses dengan drama legendaris seperti Autumn in My Heart (2000) dan Winter Sonata (2001). Negeri Gingseng tersebut diam-diam merintis proyek industri perfilman besar-besaran justeru ketika industri drama Asia sedang berjaya.
Film My Friend (2000), Gangster High (2006), Nameless Gangster (2012) dan A Dirty Carnival (2006) merupakan beberapa di antaranya. Untuk film yang terakhir penulis akan mengkomentarinya lebih dalam. Sebab yang terakhir ini adalah satu varian yang berbeda dari sisi kebernasannya dan seterusnya akan menginspirasi model film bergenre serupa di Korea.
Film Korea dikenal oleh seluruh konsumen film di dunia sebagai jenis film yang berbeda secara radikal dengan film-film dari negara yang lain, khususnya di Asia. Film korea lebih memilih mengisahkan sisi realita kehidupan manusia daripada sisi idealita dan populerisme kisah yang berakhir dengan happy ending dan kemenangan tokoh protagonis (tokoh utama).
Kisah-kisah dalam Film Korea dikenal lebih menonjolkan keharubiruan kisah anak manusia. Aroma kesedihan yang menonjol dibalut instrument klasik melankolis serta akhir kisah yang sulit diprediksi. Justeru karena formasi inilah perlahan menggiring film Korea ke hati mainstream para penggila film dekade 2000-an sampai sekarang.
Pertarungan Kepentingan
A Dirty Carnival mewakili tiga formasi tren film Korea itu. Ditambah aroma survival dan kekerasan yang ditampilkan sangat natural meyakinkan kehebatan film yang sutradarai oleh Yoo Ha dan disponsori CJ Entertainment ini untuk ditonton.
Film ini mengisahkan kehidupan kekinian gangster di Korea. Terutama Geng Rotary yang sedang menancapkan sayap kekuasaannya di kota. Mempertahankan keberadaannya dengan berbisnis ala gangster pada umumnya: kasino dan jasa rentenir.
Sang-Chul (Je-Mun Yun) -seorang gangster yang kini telah sukses- adalah pemimpin geng yang dikenal suka beraksi dengan pisau sashimi ini. Ia sedang mendapat ancaman dari gangster lain karena ekspansi bisnisnya yang masuk wilayah musuh. Anak buahnya dikerahkan untuk mengendalikan situasi.
Satu yang menonjol diantara anak buahnya adalah Kim Byung-Doo (Zo In Sung). Tokoh utama dalam kisah ini. Seorang pemuda putus sekolah yang karena alasan ekonomi dan didukung dengan postur fisik yang baik memutuskan untuk bergabung dengan Rotary. Untuk mensejahterakan keluarganya yang miskin dan ibu yang sakit-sakitan.
Kinerja yang selalu memuaskan membuat Byung-Doo mendapat tempat terhormat di dalam geng. Tetapi dengan karakter yang keras, kritis dan rakus, segera membuatnya dianaktirikan oleh Sang-Chul yang lebih memilih Young-Pil (Cho Jin-Woong) -seorang yang tidak berguna dibanding dirinya- sebagai tangan kanan.
Baca Juga : Ketika Kau Mendapat Misi Ke Luar Angkasa Untuk Menyelematkan Dunia Dari Kepunahan
Baca Juga : Ketika Kau Mendapat Misi Ke Luar Angkasa Untuk Menyelematkan Dunia Dari Kepunahan
Karena membunuh pengacara Park atas permintaan sponsor utama Rotary sekaligus bos Sang-Chul, Myung-Geun (Chun Ho-Jin). Byung-Doo diam-diam diburu oleh Sang-Chul. Karena aksi gegabahnya itu membahayakan keberadaan geng. Meskipun untuk menolong sang sponsor yang terus diperas oleh Park.
Tetapi Byung-Doo segera menyadarinya konspirasi itu dan memutuskan beraksi lebih dahulu. Pada pesta pernikahan adiknya, Sang-Chul dibunuh oleh Byung-Doo. Sedangkan Young-Pil dibereskan oleh Oh Jong-Soo (Jin Goo), tangan kanan Byung-Doo. Kuasa Sang-Chul seketika berpindah ke Byung-Doo dan sekaligus menempatkannya tepat di bawah Myung-Geun.
Trailler A Dirty Carnival
Di sisi lain Byung-Doo memiliki kisah cinta dengan sahabat masa kecilnya, Kang Hyun-Joo (Lee Bo-Young). Tetapi hubungan mereka segera terganggu oleh statusnya sebagai mafia. Byung-Doo dipertemukan dengan Hyun-Joo oleh teman dekat keduanya, Kim Min-Ho (Namgoong Min). Sutradara amatir yang sedang merintis film tentang gangster.
Min-Ho berobsesi membuat film gangster yang sukses. Karena itu ia mencari Byung-Doo -yang belakangan ia ketahui dari polisi sebagai seorang gangster- untuk menjadi sumber interview skenario filmnya. Disinilah konflik dalam A Dirty Carnival bermula. Konspirasi pembunuhan antar anggota di dalam geng segera tercium kembali pasca pembunuhan Sang-Chul. Dan Myung Geun, kini menjadi sutradara konspirasi berdarah tersebut. Yang mengorbankan Byung-Doo ke dalam jurang kekalahan.
Film ini menampilkan skenario cerita yang memacu riak-riak adrenalin penonton. Aksi tawuran dan duel antar geng yang dikemas apik menguatkan pesan kegengsian kuasa diantara para penyakit masyarakat ini. Perkelahian yang terlihat asli dan jauh dari rekayasa seni beladiri membuatnya ibarat sebuah dokumentasi faktual sebuah kehidupan para public enemy.
Kisah percintaan tidak lupa dimasukkan oleh Yoo Ha seperti film Korea kebanyakan. Hanya dalam film ini memilih tidak menampilkan nuansa vulgaritas yang populer sebagai pelengkap film thriller. Sehingga film ini bisa ditonton oleh penonton remaja hingga dewasa.
Tidak hanya menampilkan perjuangan dalam cinta sepasang kekasih. Perjuangan cinta atas nama keluarga, persaudaraan geng dan persahabatan masa kecil menjadi pesan utama dalam film ini. Meskipun kemudian materilah yang menentukan akhir persaudaraan Byung-Doo dan Min-Hoo serta anak buahnya (Jong-Soo, dkk).
Pada akhirnya, tidak ada sahabat sejati dalam dunia gangster. Senada dengan dunia politik. Kesetiaan hanya bermuara pada materi dan berakhir dengan materi. Hanya kuasa pemilik materi yang berhak merubah, menentukan dan mengonspirasi cerita.
Akhir film thriller yang familiar menganakemaskan tokoh utama sebagai pihak yang selalu menang, survival dan hidup bahagia akhirnya runtuh seketika. Kepopuleran tren tersebut tidak bersambut dalam A Dirty Carnival. Rupanya belenggu keasyikan menonton tidak hanya berpihak pada mainstream film thriller yang protagonist centrik (terpusat pada tokoh protagonist) yang cenderung memenangkan tokoh protagonis. Tetapi kini beralih pada tren protagonist-antagonist centrik yang merepresentasikan realita kehidupan manusia yang terkadang memenangkan tokoh antagonis (tokoh penentang).
Kemapanan protagonist centric dalam film thriller lambat laun namun pasti akan berakhir. Seperti pada film bergenre drama. Dan akhirnya masuk pada zaman (baca: tren) yang serba relatif dalam hidup manusia saat ini (postmodern). Yaitu tren saat film thriller tidak lagi menjadi sukses dan laris karena kemenangan tokoh utama pada akhir cerita. Tetapi menetralkan kemenangan kedua tokohnya (protagnis dan antagonis) dalam pembagian yang proporsional dan emansipatoris yang disebut post-thriller film.
0 Comments